Minggu, 14 April 2013

Materi BAB III Keterbukaan dan Keadilan


Nama               : Agus Hariyanto
NIM                : A 220110120
Kelas               : 6E

A.       Keterbukaan Pemerintah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
1.  Pengertian Keterbukaan
Istilah keterbukaan atau transparansi berasal dari kata dasar terbuka atau
transparan yang berarti suatu keadaan yang tidak tertutupi, tidak ditutupi, keadaan yang tidak ada rahasia sehingga semua orang memiliki hak untuk mengetahui. Istilah transparansi berasal dari kata bahasa Inggris transparent yang berarti jernih, tumbuh cahaya, nyata, jelas, mudah dipahami, tidak ada kekeliruan, tidak ada kesangsian atau keragu-raguan. Keterbukaan atau transparansi menunjuk pada tindakan yang memungkinkan suatu persoalan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak disangsikan lagi kebenarannya. Keterbukaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berhubungan dengan informasi berita, pernyataan, dan kebijakan publik.
Keterbukaan diartikan sebagai keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi yang dapat diberikan dan didapatkan oleh masyarakat luas. Sikap terbuka adalah sikap untuk bersedia memberitahukan dan sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain.
Keterbukaan penyelenggaraan negara diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan, dukungan, dan partisipasi masyarakat. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan, dan sudah sewajarnya mengetahui hal-hal yang akan diperuntukkan baginya. Masyarakat yang terbuka akan mudah menerima perubahan dan memungkinkan kemajuan. Sebaliknya suatu masyarakat yang tertutup akan sulit berkembang dan menyesuaikan diri dengan kemajuan.
Contoh keterbukaan sebagai warga negara adalah sebagai berikut.
a.    Menyatakan pendapat secara terbuka dan jujur.
b.    Mengemukakan tuntutan dan keinginannya tanpa rasa takut atau tertekan.
c.    Kesediaan memberi informasi publik kepada sesama warga negara.
Selain pada warga negara, keterbukaan juga perlu ada pada penyelenggaraan
negara. Contoh keterbukaaan sebagai penyelenggara negara adalah sebagai berikut:
a.    Pejabat negara bersedia bertatap muka dan berbicara dengan rakyat.
b.    Pejabat negara bersedia memberitahukan harta kekayaannya ke publik.
c.     Pejabat negara bersedia memberitahukan kebijakan publik yang dikeluarkan.
Berbagai negara demokratis berusaha mewujudkan praktik penyelenggaraan
pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip good governance. Menurut United Nations Economic and Social Commissions for Asia and the Pacific (UNESCAP) terdapat delapan prinsip good governance, yaitu akuntabilitas (accountability), efektivitas dan efisiensi (effectiveness and efficiency), kewajaran dan inkluvisitas (equity and inclusiveness), berorientasi pada konsensus (consensus oriented), kepedulian (responsiveness), keterbukaan (transparency), supremasi hukum (rule of law), dan partisipasi (participation).
Adapun menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI) prinsip-prinsip good governance meliputi hal-hal berikut.
a.       Visi strategis, yaitu bahwa para pemimpin dan masyarakat haruslah memiliki sikap-sikap berikut:
1)      Perspektif yang luas dan jauh ke depan mengenai tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia.
2)      Pemahaman atas kompleksitas kesejahteraan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. Kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut.]
b.      Akuntabilitas, yaitu bahwa para pengambil keputusan bertanggung jawab kepada masyarakat dan lembaga-lembaga yang berkepentingan.
c.        Efektivitas dan efisien, yaitu bahwa proses-proses pemerintahan dan lembagalembaga mampu menggunakan sumber daya yang ada seoptimal mungkin untuk memperoleh hasil yang sesuai kebutuhan warga masyarakat.
d.      Kesetaraan, yaitu bahwa semua warga masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
Prinsip keterbukaan menghendaki agar penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan secara terbuka atau transparan, yaitu bahwa berbagai kebijakan dalam penyelenggaraan pemerintahan harus jelas, tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan rahasia, tetapi segala sesuatunya baik perencanaan dan pertanggungjawabannya dapat diketahui oleh publik.
Ada tiga alasan mengenai pentingnya keterbukaan dengan penjelasannya yaitu:
a.       Keterbukaan memungkinkan adanya akses bebas setiap warga negara terhadap berbagai sumber informasi. Hal ini dapat menjadikan warga negara memiliki pemahaman yang jernih mengenai berbagai hal yang berkenaan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pada gilirannya warga negara mampu berpartisipasi aktif dalam memengaruhi agenda publik. Keterbukaan adalah prasyarat mutlak bagi adanya partisipasi yang konstruktif dan rasional.
b.      Dasar penyelenggaraan pemerintahan di negara demokratis adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Keberadaan pemerintah di negara demokratis dipahami sebagai pihak yang dipilih oleh rakyat untuk menciptakan kesejahteraan rakyat. Berbagai aturan hukum di negara demokratis semaksimal mungkin diupayakan untuk keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan untuk menjamin bahwa jalannya pemerintahan senantiasa berada di jalur yang benar, yakni untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
c.       Kekuasaan pada dasarnya cenderung diselewengkan. Pada umumnya penyelewengan kekuasaan terjadi dan semakin merajalela apabila tidak ada keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh sebab itu, negaranegara demokratis sangat menekankan pentingnya keterbukaan atau transparansi agar tidak terjadi penyelewengan kekuasaan dan tata pemerintahan yang tidak baik.
Menurut Robert A. Dahl demokrasi sangat memerlukan adanya keterbukaan, terutama akses bebas setiap warga negara terhadap berbagai sumber informasi. Ada empat unsur utama pemerintahan demokrasi, yaitu: pemilihan umum yang bebas dan adil, pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab, jaminan hak-hak politik dan sipil, dan  adanya suatu masyarakat demokrasi atau berkeadaban. Keempat unsur utama demokrasi biasa disebut sebagai Piramida Demokrasi Negara yang serius menjadikan diri sebagai negara demokrasi tidak cukup apabila hanya terdapat pemilu yang bebas dan adil, jaminan atas hak-hak sipil dan politik, adanya masyarakat yang demokratis, tetapi harus ada pula penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab. Oleh sebab itu, keterbukaan merupakan keharusan agar te
2.  Ciri-Ciri Keterbukaan
Menurut David Beetham dan Kevin Bayle, ciri-ciri pemerintahan yang terbuka adalah sebagai berikut:
a.       Pemerintahan menyediakan berbagai informasi faktual mengenai kebijakankebijakan yang akan dan sudah dibuatnya.
b.      Terdapat peluang bagi publik dan pers untuk mendapatkan atau mengakses berbagai dokumen pemerintah.
c.       Rapat-rapat pemerintah terbuka bagi publik dan pers.
d.      Terdapat konsultasi publik yang dilakukan secara sistematik oleh pemerintah.
Ada tiga hal penting yang dapat disimpulkan dari ciri-ciri pemerintahan yang terbuka, yaitu sebagai berikut.
a.       Apabila pemerintahan diselenggarakan secara terbuka, publik akan memiliki informasi yang cukup untuk bisa menilai dan menentukan sikap secara rasional dan objektif terhadap kinerja pemerintah.
b.      Apabila pemerintahan diselenggarakan secara terbuka berbagai kebijakan pemerintah akan menjadi jelas, mudah dipahami dan tidak menimbulkan kesangsian atau kecurigaan publik.
c.       Pemerintahan yang terbuka merupakan pemerintahan yang menjamin adanya kebebasan informasi, dalam arti menjamin kebebasan warga negara untuk mendapatkan berbagai informasi faktual mengenai seluk-beluk agenda kerja dan kebijakan pemerintah. Prinsip mengenai pemerintahan yang terbuka bukan berarti semua informasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan dapat diakses oleh publik tanpa batas,tetapi ada kekecualian kebebasan informasi atau batas-batas keterbukaan. Artinya, bahwa ada informasi-informasi tertentu tentang penyelenggaraan pemerintahan yang boleh dirahasiakan oleh pemerintah dan tidak perlu dibagikan kepada publik. Jadi, publik tidak berhak untuk memiliki akses atas informasi tersebut. Kekecualian tersebut tidak boleh ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak, tetapi harus melalui jalan demokratis, yaitu ditentukan oleh lembaga legislatif dalam bentuk perundang-undangan.
Ada lima macam informasi yang dapat dikatakan sebagai kekecualian kebebasan informasi, yaitu yang menyangkut soal-soal berikut.
1)      nasihat politis yang diberikan kepada para menteri.
2)      pertimbangan-pertimbangan kabinet.
3)      rahasia-rahasia perdagangan dari perusahaan-perusahaan swasta.
4)       arsip-arsip pribadi, kecuali arsip-arsip pribadi dari individu yang sangat dibutuhkan.
5)       informasi tertentu yang jika dipublikasikan akan merugikan pertahanan nasional, kelangsungan hidup sistem demokrasi itu sendiri, atau keselamatan individu warga masyarakat.
Penetapan dan pengaturan mengenai kekecualian terhadap kebebasan informasi dapat berbeda-beda antara negara demokratis yang satu dengan yang lainnya. Hal ini sangat bergantung pada kematangan demokrasi di negara tersebut. Semakin matang demokrasi di suatu negara, akan semakin sedikit kekecualiankekecualian yang diberlakukan terhadap kebebasan informasi.
Dalam Freedom of Information Act di Amerika Serikat, diatur sembilan kekecualian terhadap kebebasan informasi, yaitu
1)   informasi dan data geologis dan geofisik mengenai sumbernya;
2)   informasi lembaga keuangan
3)   data yang berkenaan dengan penyidikan;
4)   informasi pribadi;
5)   memo internal pemerintah;
6)    informasi bisnis yang bersifat rahasia;
7)    informasi yang secara tegas dikecualikan oleh UU untuk dapat diakses publik;
8)   ketentuan internal lembaga;
9)   keamanan nasional dan politik luar negeri, yang meliputi rencana militer, persenjataan, dan data iptek yang menyangkut keamanan nasional, dan data CIA.
Kesembilan kekecualian di atas bersifat diskresioner, tidak wajib dan diserahkan pada lembaga yang bersangkutan.
1)        Menurut pakar hukum Harkristuti Harkrisnowo, bahwa Tidak semua informasi merupakan bahan yang bebas dipublikasikan
2)        Pelanggaran terhadap pengecualian atas hak kebebasan informasi yang diberi
3)        sanksi pidana harus dirumuskan dengan teliti dan tegas.
4)        Penjabaran mengenai informasi bahan yang bebas harus dirumuskan dengan jelas.
5)        Pembatasan atas kebebasan informasi menyangkut
a.    kepentingan nasional atau keamanan negara (ekonomi, militer, keuangan)
b.     kerahasiaan pribadi warga masyarakat.
B.       Keadilan dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
1.      Pengertian dan Jenis-Jenis Keadilan
Istilah keadilan berasal dari kata adil yang berarti tidak berat sebelah, tidak sewenang-wenang, berpihak kepada yang benar, tidak memihak. Ada beragam definisi keadilan, antara lain adalah sebagai berikut.
a.    Menurut Aristoteles, keadilan merupakan tindakan yang terletak di antara memberikan terlalu banyak dan terlalu sedikit. Keadilan dapat diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi haknya.
b.    Menurut Frans Magnis Suseno, keadilan merupakan keadaan antarmanusia yang diperlakukan dengan sama yaitu sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing.
c.    Menurut Thomas Hubbes, sesuatu perbuatan dikatakan adil apabila telah didasarkan pada perjanjian yang telah disepakati.
d.   Menurut Notonegoro, suatu keadaan dikatakan adil jika sesuai denga ketentuan hukum yang berlaku.
Dari beberapa definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1)        Keadilan adalah hal yang berkenaan dengan sikap dan tindakan dalam hubungan antara manusia.
2)         Keadilan berisi sebuah keseimbangan agar orang memperlakukan sesamanya sesuai dengan hak dan kewajibannya
3)        Perlakuan itu tidak pandang bulu atau pilih kasih, semua orang diperlakukan sama sesuai dengan hak dan kewajibannya.
Ada beberapa macam keadilan, antara lain adalah sebagai berikut.
1.         Keadilan komutatif
Keadilan komutatif adalah keadilan yang memberikan kepada orang masingmasing apa yang menjadi bagiannya. Yang diutamakan adalah objek tertentu yang merupakan hak dari seseorang. Pada keadilan ini ditekankan agar prestasi sama nilainya dengan kontraprestasi. Contoh: tanpa memandang kedudukannya orang yang telah melakukan pelanggaran harus dihukum sesuai dengan pelanggaran yang dibuatnya. Adalah adil jika Budi membayar sejumlah uang kepada Tono sesuai dengan jumlah yang disepakati, karena Budi telah menerima buku yang telah ia pesan kepada Tono.
2.         Keadilan distributif
Keadilan distributif adalah keadilan yang memberikan kepada orang masingmasing apa yang menjadi haknya. Yang menjadi subjek hak adalah individu dan yang menjadi subjek kewajiban adalah masyarakat. Pada keadilan ini yang ditekankan adalah asas proporsionalitas berdasarkan kecakapan, jasa, atau kebutuhan. Contoh: karyawan di suatu perusahaan memperoleh gaji yang berbeda-beda berdasarkan masa kerja, golongan kepangkatan, jenjang pendidikan, atau tingkat kesulitan kerja.
3.         Keadilan legal
Keadilan legal adalah keadilan berdasarkan undang-undang. Objek darib keadilah legal adalah tata masyarakat yang dilindungi oleh undang-undang. Tujuannya adalah untuk terwujudnya kebaikan bersama. Contohnya: Hal yang adil jika setiap pengendara menaati rambu-rambu lalu lintas.
4.         Keadilan vindikatif
Keadilan vindikatif adalah keadilan yang memberikan kepada orang masingmasing hukuman atau denda sebanding dengan pelanggaran atau kejahatan  yang dilakukannya. Contoh: adalah adil apabila A dihukum penjara atas kejahatan yang dilakukannya.
5.         Keadilan kreatif
Keadilan kreatif adalah keadilan yang memberikan kepada orang masingmasing bagiannya berupa kebebasan untuk mencipta sesuai dengan kreativitas yang dimilikinya. Keadilan ini memberi kebebasan kepada tiap orang untuk mengungkapkan kreativitasnya di berbagai bidang kehidupan. Contoh: Tidak adil jika seorang penyanyi dijebloskan ke penjara karena syairnya mengandung kritikan kepada pemerintah.
6.         Keadilan protektif.
Keadilan protektif adalah keadilan yang memberikan perlindungan kepada pribadi-pribadi. Menurut Montesquieu diperlukan tiga hal untuk mewujudkan keadilan protektif, yaitu tujuan sosial yang harus diwujudkan bersama, jaminan terhadap hak asasi manusia, dan konsistensi negara untuk mewujudkan kesejahteraan umum.

Dari jenis-jenis keadilan di atas yang termasuk dalam keadilan dasar adalah keadilan distributif, keadilan komutatif, dan keadilah legal. Ketiga keadilan itu berkenaan dengan tiga struktur dasar hubungan yang ada dalam masyarakat, yakni:
a.         Hubungan antara pribadi dengan pribadi.
b.         Hubungan antara keseluruhan masyarakat dengan pribadi-pribadi.
c.         Hubungan antara pribadi-pribadi dengan keseluruhan masyarakat.
Keadilan itu berlaku umum, tidak kasuistik, sifatnya objektif dan lugas serta tidak bergantung pada keadaan pihak-pihak. Sifat keadilan yang lugas dapat menimbulkan ketidakadilan (summum ius, summa iniura yaitu penerapan hukum secara penuh, penuh ketidakadilan). Oleh karena itu, dalam mewujudkan keadilan dibutuhkan prinsip kepatutan untuk mengimbanginya. Prinsip kepatutan menuntut adanya pertimbangan atas keadaan pihak itu masing-masing dalam pengenaan keadilan. Prinsip kepatutan memberikan koreksi apakah dalam keadaan tertentu setiap pihak patut mempertahankan haknya.
Dalam sila kedua dan kelima Pancasila terdapat kata adil, yaitu pada kalimat ”Kemanusiaan yang adil dan beradab” dan ”Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia ....” Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk yang berakal budi, memiliki potensi pikir, rasa, karsa, dan keyakinan. Kemanusiaan dapat dirumuskan sebagai hakikat dari sifat-sifat manusia yang memiliki akal, budi, pikir, rasa, karsa dan keyakinan sebagai makluk yang mempunyai martabat dan derajat tinggi apabila dibandingkan dengan makhluk lainnya.
Adil adalah suatu keputusan dan tindakan yang didasarkan kepada ciri yang menurut hukum, tidak memihak, layak, wajar, dan benar secara benar. Beradab artinya berbudaya. Kemanusiaan yang adil dan beradab berarti hakikat sifat-sifat manusia yang memiliki akal, budi, pikir, rasa, karsa, dan keyakinan sebagai makhluk yang mempunyai martabat dan derajat tinggi, yang dalam keputusan dan tindakannya didasarkan kepada hukum, wajar, dan benar secara moral serta sesuai dengan tata sosial dan kesopanan yang berlaku dalam masyarakat.
Dalam sila kelima pancasila, keadilan sosial adalah suatu keputusan dan tindakan yang didasarkan pada hukum, tidak memihak, layak, wajar, dan benar secara moral dalam segala bidang kehidupan dalam masyarakat. Seluruh rakyat Indonesia adalah seluruh manusia yang tunduk dan terikat pada negara dan bertempat tinggal di wilayah Indonesia. Jadi, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengandung arti suatu keputusan, tindakan yang didasarkan kepada hukum, tidak memihak, layak, wajar dan benar secara moral dalam segala hal bidang kehidupan bagi kepentingan seluruh manusia yang tinggal di wilayah Indonesia.


2.      Keadilan Sosial
Keadilan sosial meliputi banyak segi dalam kehidupan masyarakat dan tidak hanya berkenaan dengan upaya mewujudkan keadilan, melainkan juga soal kepatutan dan pemenuhan kebutuhan hidup yang wajar.
Menuruf Frans Magnis Suseno, keadilan sosial artinya keadilan yang pelaksanaannya bergantung pada struktur proses-proses ekonomis, politis, sosial, budaya, dan ideologis dalam masyarakat. Struktur sosial merupakan hal pokok dalam mewujudkan keadilan sosial. Oleh sebab itu, mewujudkan keadilan sosial pada dasarnya merupakan usaha untuk mengubah struktur sosial yang tidak adil agar menjadi lebih adil.
Indikasi ketidakadilan sosial dalam masyarakat adalah apabila ada sekelompok masyarakat atau kelas sosial tertentu yang tidak dapat memperoleh apa yang menjadi hak mereka. Negara wajib mewujudkan keadilan sosial. Hal ini dapat dilihat dari sila kelima Pancasila dan alinea keempat pembukaan UUD 1945. Nilai keadilan sosial dalam sila kelima pancasila mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur secara lahiriah dan batiniah.
Pada kenyataannya sangat sulit mengharapkan negara untuk berinisiatif memberantas ketidakadilan dan mewujudkan keadilan sosial karena ketidakadilan pada umumnya disebabkan oleh perilaku para penguasa. Oleh sebab itu, upaya meniadakan ketidakadilan pada dasarnya bertentangan dengan kepentingan penguasa. Untuk itu dibutuhkan keterbukaan yang berintikan kebebasan informasi yang memungkinkan masyarakat mengetahui struktur-struktur sosial yang tidak adil. Keterbukaan memudahkan upaya membangun kesadaran warga untuk berpartisipasi dalam membongkar ketidakadilan sosial dan menggantinya dengan setruktur sosial yang lebih adil.
Prinsip-prinsip keadilan dan keterbukaan perlu diketahui agar orang dapa berbuat adil dan terbuka. Prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
a.       Selalu menghormati hak-hak orang lain.
b.       Selalu berbuat sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.
c.       Selalu memberikan perlakuan yang sama terhadap semua orang yang berbeda dalam persoalan yang sama.
d.      Mampu memperlihatkan setiap yang benar sebagai kebenaran sesungguhnya dengan saling terbuka tanpa ditutup-tutupi.
e.       Mampu menjauhkan diri dan meluruskan kekeliruan dan kesalahan

3.      Pentingnya Jaminan Keadilan
Keadilan merupakan salah satu ukuran suatu tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Cara untuk mewujudkan keadilan adalah memberikan jaminan terhadap tegaknya keadilan. Menurut John Rowls, jaminan terhadap keadilan harus dimulai dengan memberlakukan dua prinsip dasar keadilan, yakni sebagai berikut.
a.       Prinsip perbedaan dan prinsip persamaan yang adil atas kesempatan. Menurut prinsip ini perbedaan sosial ekonomi harus diatur sedemikian rupa sehingga memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi mereka yang kurang beruntung.
b.      Prinsip kebebasan yang sama sebesar-besarnya. Setiap orang memiliki hak yang sama atas seluruh sistem kebebasan yang ada dan yang sesuai dengan kebebasan itu. Misalnya adalah kebebasan untuk berperan serta dalam kehidupan politik, kebebasan berkeyakinan atau beragama, kebebasan menjadi diri sendiri, kebebasan berbicara dan hak untuk mempertahankan milik pribadi.
Dalam mewujudkan jaminan keadilan diperlukan adanya lembaga-lembaga tertentu yang berfungsi untuk memperjuangkan berlakunya kedua prinsip di atas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Menurut Miriam Budiardjo ada lima lembaga yang dibutuhkan dalam mengupayakan jaminan keadilan, yaitu
a.       Pemerintahan yang terbuka dan bertanggung jawab
b.      Dewan perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan dalam masyarakat, yang dipilih melalui pemilu yang bebas dan rahasia. Dewan ini mengadakan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah secara kontinu, oposisi konstruktif, dan pengawasan.
c.       Organisasi politik yang mencakup satu atau lebih partai politik.
d.      Pers dan media massa yang bebas untuk menyatakan pendapat
e.       Sistem peradilan yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi manusia dan mempertahankan keadilan. Kinerja lembaga-lembaga di atas perlu dipantau dan dikontrol oleh masyarakat untuk memastikan bahwa lembaga-lembaga tersebut benar-benar berkomitmen dalam menegakkan keadilan. Komitmen-komitmen tersebut dapat dilihat dari dua tolok ukur berikut:
1.      Sejauh mana lembaga-lembaga itu memberikan perhatian secara konkrit terhadap adil tidaknya pranata-pranata dan praktik-praktik kelembagaan yang ada dalam masyarakat.
2.      Sejauh mana prinsip-prinsip keadilan membimbing lembaga-lembaga tersebut dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan dan aturan untuk mengoreksi ketidakadilan dalam struktur masyarakat.
Keterbukaan dan jaminan keadilan harus selalu dipupuk dan diperhatikan sehingga dapat menghasilkan suatu kebijakan publik dan peraturan umum yang mengatur masyarakat dengan baik. Dengan keterbukaan dan jaminan keadilan, masyarakat akan lebih mudah menyampaikan aspirasi dan pendapat yang membangun. Aspirasi masyarakat tersebut dapat disalurkan melalui lembaga perwakilan yang mengawasi realisasi dan aspirasi masyarakat tersebut.Negara wajib mewujudkan keadilan sosial dan keterbukaan. Hal tersebut tercantum dalam Pancasila sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

C.       Pentingnya Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Terbuka
1.      Pengertian Penyelenggara Pemerintahan
Penyelenggara negara dalam arti luas meliputi bidang eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Adapun pengertian dalam arti sempit adalah pemerintah (eksekutif). Menurut UUD 1945 penyelenggara negara meliputi penyelenggara negara dalam berbagai bidang pemerintahan. Penyelenggara negara menurut undang-undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi, penyelenggara negara meliputi:
a.         Pejabat negara pada lembaga negara
b.        Menteri
c.         Gubernur
d.        Hakim
e.         Pejabat negara yang lain, misalnya duta besar, wakil gubernur, bupati/walikota
f.          Pejabat lain yang memiliki fungsi strategi dalam kaitannya dengan penyelenggaraa negara, misalnya Gubernur Bank Indonesia, Kapolri, rektor perguruan tinggi negeri
Penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya berpijak pada asas-asas umum penyelenggaraan negara yang baik. Asas umum penyelenggaraan yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan, norma kepatuhan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Asas-asas itu meliputi:
a.         Asas kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
b.         Asas kepastian hukum, yaitu asas yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara negara.
c.         Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dengan memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.
d.        Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
e.         Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f.          Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
g.         Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penyelenggara negara yang baik harus dapat menerapkan asas keterbukaan, yakni kesediaan penyelenggara negara untuk memberitahukan hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggara negara kepada rakyatnya. Dengan keterbukaan itu, rakyat akan percaya dan mendukung penyelenggaraan negara
.
2.      Dampak Penyelenggaraan Pemerintahan yang Tidak Terbuka
Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang ini belum ada pemerintahan yang diselenggarakan secara terbuka dalam arti yang sebenarnya. Pemerintahan dijalankan secara tertutup dan penuh rahasia. Ada pembatasan yang sangat ketat dan sistematis terhadap akses berbagai informasi penting yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Bahkan, tidak jarang pembatasan itu disertai dengan represi dan kekerasan aparat pemerintah terhadap masyarakat. Penyelenggara negara tertutup berarti, ketidaksediaan para pejabat negara untuk memberitahukan hal-hal publik kepada masyarakat luas. Informasi, keterangan, dan kebijakan tidak dipublikasikan kepada masyarakat luas, tetapi hanya diketahui terbatas di lingkungan pejabat negara saja.
Akibat langsung dari penyelenggaraan pemerintahan yang tidak terbuka adalah terjadinya korupsi politik, yakni penyalahgunaan jabatan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok.
Korupsi politik di Indonesia telah terjadi di hampir semua tingkatan pemerintahan, yakni dari tingkat pemerintahan desa sampai dengan pemerintahan tingkat pusat. Karena ketertutupan penyelenggaraan pemerintahan telah berlangsung lama, korupsi politik telah menjadi sebuah jaringan yang beroperasi sangat rapi dari pusat sampai daerah. Korupsi politik telah membawa akibat lanjutan, yakni krisis di berbagai bidang kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan, dan keamanan. Dalam bidang politik, lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak dapat berfungsi secara optimal. Lembaga eksekutif sangat sedikit menghasilkan kebijakan yang berpihak pada kepentingan umum. Bahkan, tak jarang kebijakan hanya sebagai proyek untuk memperkaya diri para pejabat yang terlihat di dalamnya. Lembaga legislatif jarang menghasilkan perundang-undangan yang sungguh-sungguh konsisten dengan pesan konstitusi sekaligus menjawab kebutuhan masyarakat.
Hal ini terjadi karena proses pembahasan perundangundangan diwarnai oleh kompromi-kompromi dengan imbalan uang. Lembaga yudikatif juga sering menghasilkan putusan-putusan yang kontroversial, yang bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena hukum dapat dibeli, siapa yang memiliki uang, dialah yang akan menang di pengadilan.  Dalam bidang ekonomi, semua kegiatan ekonomi khususnya yang bersinggungan bdengan birokrasi pemerintahan diwarnai dengan uang pelicin. Hal ini mengakibatkan bahwa kegiatan ekonomi menjadi berbelit-belit sehingga para investor pun enggan berinvestasi. Kegiatan ekonomi berjalan lambat dan peng- angguran terjadi di mana-mana. Bidang sosial budaya dan agama diwarnai oleh pendewaan materi dan budaya konsumtif. Hidup semata-mata hanya untuk memperoleh kekayaan dan kenikmatan hidup tanpa memedulikan moral dan etika. Hidup keagamaan hanya bersifat formalistik. Di satu sisi orang rajin beribadah dan menyukai simbol-simbol keagamaan, tetapi bersama dengan itu orang tidak merasa bersalah ketika melakukan korupsi dan berbagai tindakan yang tidak mendeteksi secara dini, mencegah dan mengatasi berbagai gejolak sosial dan gangguan keamanan yang terjadi di dalam masyrakat. Penyelenggaraan negara yang tertutup dapat merenggangkan hubungan antara pemerintah dan rakyat. Hal tersebut dapat menimbulkan krisis kepercayaan karena rakyat makin tidak percaya pada pemerintah. Ketidakpercayaan ini menimbulkan kesulitan untuk menciptakan partisipasi dan dukungan rakyat dalam pembangunan sehingga dapat melemahkan persatuan dan proses kemajuan bangsa.
Ketertutupan mengakibatkan ketidakmampuan mencegah berbagai patologi sosial, ekonomi, politik, korupsi, dan nepotisme. Ketertutupan juga berakibat pada matinya peluang untuk mengembangkan daya kreatif dan kemampuan bersaing secara terbuka dan adil, penyalahgunaan kekuasaan secara luas dan ketidakmampuan rakyat melakukan pengawasan dan pengendalian secara efektif.

Akibat penyelenggaraan negara yang tidak transparan dapat terjadi hal-hal berikut:
a.    Persatuan bangsa melemah.
b.    Tidak terwujudnya negara demokrasi.
c.    Tidak jujurnya pemerintah dan tidak bertanggung jawab.
d.   Terhambatnya prakarsa dan partisipasi rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
e.    Renggangnya hubungan antara pemerintah dan rakyat.
f.     Penurunan kepercayaan dan dukungan rakyat pada pemerintah.
g.    Timbulnya prasangka dan kecurigaan rakyat terhadap pemerintah.
h.    Rentan terhadap penyimpangan kebijakan sebab rakyat tidak tahu dan tidak dapat mengawasinya.
i.      Kebijakan dan informasi bersifat publik hanya diketahui para pejabat atau orang-orang tertentu, sedangkan rakyat banyak tidak tahu.
Pemerintahan yang tidak transparan akan memunculkan ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan yang bermuara pada terancamnya kelestarian kehidupan berbangsa.

3.      Mewujudkan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Terbuka
Keterbukaan dalam penyelenggaraan negara tidak dapat terwujud dengan sendirinya, melainkan dengan menyadarkan diri pada niat baik pemerintah. Akan tetapi, niat baik pemerintah dapat hilang bersama dengan berlalunya waktu.
Menurut Lord Acton, kekuasaan cenderung disalahgunakan. Semakin besar kekuasaan, semakin besar pula kemungkinan untuk disalahgunakan. Menurut Larry Diamond, kecenderungan umum perilaku birokrasi pemerintah di negara mana pun adalah menutup-nutupi kegiatan-kegiatan dan informasi-informasi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam selubung kerahasiaan dan prosedur-prosedur yang buram.
Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka, dibutuhkan perundang-undangan mengenai kebebasan informasi. Perundang-undangan sekurang-kurangnya berisi ketentuan hukum yang meliputi hal-hal sebagai berikut.
a.       memberikan perincian yang sangat jelas mengenai pengecualian terhadap kebebasan informasi.
b.      memungkinkan adanya sumber informasi alternatif yang bisa dimanfaatkan oleh parlemen, pemerintah, dan publik.
c.       memberikan jaminan kepada mereka yang mengungkapkan adanya ketidakberesan dalam tubuh pemerintah.
d.       mewajibkan agar rapat-rapat lembaga-lembaga publik dilakukan secara terbuka.
e.       menjamin hak publik untuk memiliki akses terhadap berbagai dokumen pemerintah.
f.       mewajibkan pemerintah untuk bersikap terbuka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar