Nama :
Agus Hariyanto
NIM :
A 220110120
Kelas :
6E
Setandar
Kompetensi
1.1.Menganalisis budaya politik di indonesia
Kompetensi
Dasar
1.1.Mendeskripsikan pengertian budaya politik
1.2.Menganalisis tipe-tipe budaya politik yang
berkembang dalam masyarakat indonesia
1.3.Mendeskrepsikan pentingnya sosialisasi
pengembangan budaya politik
1.4.Menampilkan peran serta budaya politik
partisipan
BUDAYA POLITIK DI INDONESIA
Salah satu unsur budaya nasional adalah budaya
politik. Budaya politik suatu bangsa merupakan seperangkat pengetahuan,
keyakinan, sikap, perasaan, dan penilaian warga negara terhadap sistem politik
serta sikap terhadap perannya sendiri dalam kehidupan politik bangsa itu.
Budaya politik yang sesuai dengan kehidupan politik bangsa akan menciptakan
kematangan budaya politik. Berikut akan diuraikan mengenai pengertian budaya
politik, tipe-tipe budaya politik, pentingnya sosialisasi politik dalam
pengembangan budaya politik, dan peran serta budaya politik partisipan.
A.
Pengertian
Budaya Politik
Budaya politik dapat dipandang sebagai landasan
sistem politik yang memberi jiwa atau warna pada sistem politik atau yang
memberi arah pada peran-peran politik yang dilakukan oleh struktur politik.
Banyak para sarjana politik yang telah berupaya merumuskan makna budaya
politik. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
1.
Gabriel
Almond dan Sidney Verba (1966) Budaya
politik adalah sikap orientasi warga negara terhadap sistem politik dan aneka
ragam bagiannya dan sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu
2.
Kay
Lawson (1988) Budaya
politik adalah terdapatnya satu perangkat yang meliputi seluruh nilai politik
yang terdapat di seluruh bangsa.
3.
Larry
Diamond (2003) Budaya
politik adalah keyakinan, sikap, nilai, ide-ide, sentimen, dan evaluasi suatu
masyarakat tentang sistem politik negeri mereka dan peran individu masingmasing
dalam sistem itu.
4.
Austin
Ranney (1996) Budaya
politik adalah seperangkat pandangan tentang politik dan pemerintahan yang
dipegang secara bersama, sebuah orientasi terhadap objek-objek politik.
5.
Alan R. Ball (1963) Budaya politik adalah susunan yang terdiri atas
sikap, kepercayaan, emosi, dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan
sistem politik dan isu-isu politik.
6.
Mochtar
Masoed dan Colin Mac Andrews (2000) Budaya
politik adalah sikap dan orientasi warga suatu negara terhadap kehidupan pemerintah
negara dan politiknya.
Dari
berbagai pendapat di atas, dapat ditarik simpulan sebagai berikut.
a.
Budaya
politik tidak menekankan persoalan pada perilaku aktual warga negara yang
berupa tindakan, melainkan lebih menekankan persoalan pada perilaku nonaktual
yang berupa orientasi, misalnya sikap, nilai, pengetahuan, kepercayaan, dan
penilaian warga terhadap suatu objek politik.
b.
Budaya
politik menggambarkan orientasi politik warga negara dengan jumlah besar bukan
perseorangan.
c.
Hal-hal yang diorientasikan dalam budaya
politik adalah sistem politik dan objek pembicaraan warga negara adalah
kehidupan politik pada umumnya.
Budaya
politik merupakan persepsi warga negara yang diaktualisasikan dalam pola sikap
terhadap masalah politik yang terjadi sehingga berdampak terhadap pembentukan
struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintahan karena
sistem politik merupakan hubungan antara manusia yang menyangkut soal
kekuasaan, aturan, dan wewenang. Negara Indonesia menganut sistem politik
Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila berdasarkan kerakyatan yang dijiwai
dan diintegrasikan dengan sila-sila lainnya. Demokrasi Pancasila merupakan
perwujudan dan pelaksanaan prinsipprinsip demokrasi yang berdasarkan atas UUD
1945.
B.
Tipe-Tipe Budaya Politik
Budaya politik menunjuk pada orientasi dari
tingkah laku individu/ masyarakat terhadap sistem politik. Budaya politik dapat
digolongkan ke dalam tiga tipe, yakni sebagai berikut:
1.
Budaya Politik Parokial
Budaya politik ini terbatas pada satu wilayah
atau lingkup yang kecil. Dalam budaya politik parokial, orientasi politik warga
terhadap keseluruhan objek politik dapat dikatakan rendah karena anggota
masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang
luas, kecuali dalam batas tertentu di tempat mereka tinggal.
Ciri-ciri budaya politik parokial adalah
sebagai berikut.
a.
Budaya politik ini berlangsung dalam
masyarakat yang masih tradisional dan sederhana.
b.
Belum
terlihat peran-peran politik yang khusus; peran politik dilakukan
c.
serempak
bersamaan dengan peran ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.
d.
Kesadaran
anggota masyarakat akan adanya pusat kewenangan atau kekuasaan dalam
masyarakatnya cenderung rendah.
e.
Warga
cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali
yang ada di sekitarnya.
f.
Warga
tidak banyak berharap atau tidak memiliki harapan-harapan tertentu dari sistem
politik tempat ia berada.
2.
Budaya Politik Subjek
Menurut Mochtar Masoed dan Colin Mac Andrews
(2000), budaya politik subjek menunjuk pada orang-orang yang secara pasif patuh
pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan
diri dalam politik ataupun memberikan suara dalam pemilihan.
Ciri-ciri budaya politik subjek adalah sebagai
berikut.
a. Warga menyadari sepenuhnya akan otoritasi
pemerintah.
b. Tidak
banyak warga yang memberi masukan dan tuntutan kepada pemerintah, tetapi mereka
cukup puas untuk menerima apa yang berasal dari pemerintah.
c. Warga bersikap menerima saja putusan yang
dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak boleh dikoreksi, apalagi ditentang.
d. Sikap warga sebagai aktor politik adalah pasif;
artinya warga tidak mampu berbuat banyak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
politik.
e. Warga menaruh kesadaran, minat, dan perhatian
terhadap sistem politik pada umumnya dan terutama terhadap objek politik output,
sedangkan kesadarannya terhadap input dan kesadarannya sebagai aktor
politik masih rendah.
3.
Budaya Politik Partisipan
Menurut pendapat Almond dan Verba (1966),
budaya politik partisipan adalah suatu bentuk budaya yang berprinsip bahwa
anggota masyarakat diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem sebagai
keseluruhan dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif. Dalam
budaya politik partisipan, orientasi politik warga terhadap keseluruhan objek
politik, baik umum, input dan output, maupun pribadinya dapat
dikatakan tinggi. Ciri-ciri dari budaya politik partisipan adalah sebagai
berikut.
a. Warga menyadari akan hak dan tanggung jawabnya
dan mampu mempergunakan hak itu serta menanggung kewajibannya.
b. Warga tidak menerima begitu saja keadaan,
tunduk pada keadaan, berdisiplin tetapi dapat menilai dengan penuh kesadaran
semua objek politik, baik keseluruhan, input, output maupun
posisi dirinya sendiri.
c. Anggota masyarakat sangat partisipatif terhadap
semua objek politik, baik menerima maupun menolak suatu objek politik.
d. Masyarakat menyadari bahwa ia adalah warga
negara yang aktif dan berperan sebagai aktivis.
e. Kehidupan politik dianggap sebagai sarana
transaksi, seperti halnya penjual dan pembeli. Warga dapat menerima berdasarkan
kesadaran, tetapi juga mampu menolak berdasarkan penilaiannya sendiri.
Bagaimana
dengan budaya politik di Indonesia? Ada beragam pandangan mengenai budaya politik Indonesia. Keragaman
pendapat ini dimungkinkan karena persoalan budaya politik itu dilihat dari
sudut pandang yang berbeda. Rusadi Kartaprawira dalam bukunya Sistem Politik
di Indonesia menyatakan adanya ciri dari budaya politik Indonesia, antara
lain adalah sebagai berikut.
a. Sifat ikatan primordial masih kuat yang
dikenali melalui indikator yang berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, dan
keagamaan.
b. Budaya politik Indonesia bersifat parokial
subjek di satu pihak dan partisipasi di lain pihak.
c. Ada subbudaya yang banyak dan beraneka ragam.
Hal ini terjadi karena Indonesia memiliki banyak suku yang masing-masing
memiliki budaya sendiri-sendiri.
d. Kecenderungan budaya politik Indonesia masih
mengukuhi sifat paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikator, misalnya
adalah perilaku menyenangkan atasan.
Affan
Gaffar (1999) dalam bukunya Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi
mengatakan bahwa budaya politik Indonesia memiliki tiga ciri dominan yaitu
sebagai berikut:
1. Hierarki yang tegas
Sebagian besar masyarakat Indonesia bersifat
hierarkis yang menunjukkan adanya pembedaan atau tingkatan atas dan bawah.
Stratifikasi sosial yanghierarkis ini tampak dari adanya pemilahan tegas antara
penguasa dan rakyat kebanyakan. Masing-masing terpisah melalui tatanan
hierarkis yang sangat ketat. Dalam kehidupan politik, pengaruh stratifikasi
sosial semacam itu antara lain tercermin pada cara penguasa memandang dirinya
dan rakyatnya.
Mereka cenderung merendahkan rakyatnya. Karena
penguasa sangat baik, pemurah, dan pelindung, sudah seharusnya rakyat patuh,
tunduk, setia, dan taat kepada penguasa negara. Bentuk negatif lainnya dapat
dilihat dalam soal kebijakan publik. Penguasa membentuk semua agenda publik,
termasuk merumuskan kebijakan publik, sedangkan rakyat cenderung disisihkan
dari proses politik. Rakyat tidak diajak berdialog dan kurang didengar
aspirasinya.
2.
Kecenderungan
patronage
Kecenderungan patronage, adalah
kecenderungan pembentukan pola hubungan patronage, baik di kalangan
penguasa dan masyarakat maupun pola hubungan patron-client. Pola
hubungan ini bersifat individual. Antara dua individu, yaitu patron dan client,
terjadi interaksi timbal balik dengan mempertukarkan sumber daya yang dimiliki
masing-masing. Patron memiliki sumber daya berupa kekuasaan, kedudukan atau
jabatan, perlindungan, perhatian dan kasih sayang, bahkan materi. Kemudian, client
memiliki sumber daya berupa dukungan, tenaga, dan kesetiaan.
Menurut Yahya Muhaimin, dalam sistem bapakisme
(hubungan bapak-anak), ”bapak” (patron) dipandang sebagai tumpuan dan
sumber pemenuhan kebutuhan material dan bahkan spiritual serta pelepasan
kebutuhan emosional ”anak” (client). Sebaliknya, para anak buah
dijadikan tulang punggung bapak.
3.
Kecenderungan
Neo-patrimonialistik
Dikatakan neo-patrimonalistik karena negara
memiliki atribut atau kelengkapan yang sudah modern dan rasional, tetapi juga
masih memperhatikan atribut yang patrimonial. Negara masih dianggap milik
pribadi atau kelompok pribadi sehingga diperlakukan layaknya sebuah keluarga.
Menurut Max Weber, dalam negara yang
patrimonalistik penyelenggaraan pemerintah berada di bawah kontrol langsung
pimpinan negara. Adapun menurut Affan Gaffar, negara patrimonalistik memiliki
sejumlah karakteristik sebagai berikut.
a. Penguasa politik seringkali mengaburkan antara
kepentingan umum dan kepentingan publik.
b. Rule of law lebih bersifat sekunder apabila dibandingkan
dengan kekuasaan penguasa.
c. Kebijakan seringkali bersifat partikularistik
daripada bersifat universalistik.
d. Kecenderungan untuk mempertukarkan sumber daya
yang dimiliki seorang penguasa kepada teman-temannya lebih besar.
Selanjutnya,
manakah sesungguhnya budaya politik Indonesia? Karena bangsa Indonesia adalah
bangsa yang heterogen atas dasar suku, daerah, dan agama maka di Indonesia
terdapat banyak subbudaya politik. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang
berprinsip Bhinneka Tunggal Ika sehingga semua bentuk subbudaya yang ada di
Indonesia adalah budaya politik nasional. Salah satu aspek penting dalam sistem
politik adalah budaya politik yang mencerminkan faktor subjektif. Budaya
politik mengutamakan segi psikologis dari suatu sistem politik. Demokrasi
Pancasila adalah suatu paham demokrasi yang bersumber pada pandangan atau
filsafat hidup bangsa Indonesia yang digali dari kepribadian bangsa Indonesia
sendiri. Demokrasi Pancasila pada hakikatnya adalah sarana atau alat bagi
bangsa Indonesia untuk mencapai tujuan Negara sebagaimana telah dirumuskan di
dalam Pembukaan UUD 1945. Budaya Politik Pancasila akan mengarahkan keseluruhan
dari pandangan-pandangan politik, seperti norma-norma, pola-pola orientasi
seperti politik dan pandangan hidup pada umumnya berdasarkan pada nilai-nilai
Pancasila. Adapun sistem politik Indonesia sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal
1 ayat (2) adalah sistem politik demokrasi, yaitu kedaulatan di tangan rakyat
dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar. Budaya politik yang sesuai,
selaras, dan sebangun dengan sistem.
C. Pentingnya Sosialisasi Politik dalam
Pengembanga Budaya Politik
1.
Pengertian Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan proses
pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota masyarakat dalam menjalani
kehidupan politik. Proses sosialisasi berlangsung seumur hidup yang diperoleh
secara sengaja melalui pendidikan formal, nonformal, dan informal maupun secara
tidak sengaja melalui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan
keluarga dan tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat. Berbagai pengertian
dan batasan mengenai sosialisasi politik telah dikemukakan oleh para sarjana
terkemuka, di antaranya adalah sebagai berikut.
a.
Gabriel
Almond (2000)
Sosialisasi politik menunjuk pada proses tempat
sikap-sikap dan pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk. Sosialisasi
politik juga merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan
patokan-patokan politik dan keyakinan-keyakinan politik pada generasi
berikutnya.
b.
Ramlan
Surbakti (1992)
Sosialisasi politik merupakan proses
pembentukan sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.
c.
Kenneth
P. Langton (1969)
Sosialisasi politik adalah cara masyarakat
meneruskan kebudayaan politiknya.
d.
d.
Richard E. Dawson (1992)
Sosialisasi politik dapat dipandang sebagai
pewarisan pengetahuan, nilai-nilai, dan pandangan-pandangan politik dari orang
tua, guru, dan sarana-sarana sosialisasi lainnya kepada warga negara baru dan
mereka yang menginjak dewasa.
Pada
hakikatnya, sosialisasi politik adalah suatu proses untuk memasyarakatkan
nilai-nilai atau budaya politik ke dalam suatu masyarakat. Beberapa aspek
penting dari sosialisasi politik adalah sebagai berikut.
1.
Sosialisasi
politik merupakan proses belajar dari pengalaman.
2.
Sosialisasi
politik merupakan prakondisi bagi aktivitas sosial politik.
3.
Sosialisasi politik berlangsung tidak hanya
pada usia dini dan remaja, tetapi tetap berlanjut sepanjang kehidupan.
4.
Sosialisasi
politik memberikan hasil belajar yang berupa informasi, pengetahuan,
sikap,
motif, nilai-nilai yang tidak hanya berkaitan dengan individu tetapi juga
dengan kelompok. Menurut Ramlan Surbakti, sosialisasi politik dibagi dua, yaitu
pendidikan politik dan indoktrinasi politik. Pendidikan politik merupakan
proses dialogis di antara pemberi dan penerima pesan. Hal ini dapat dilakukan
melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan, diskusi, atau keikutsertaan
dalam berbagai
pretemuan.
Indoktrinasi politik merupakan proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan
memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang
dianggap oleh pihak yang berkuasa sebagai ideal dan baik
2.
Tipe-Tipe Sosialisasi Politik
Tipe sosialisasi yang dimaksud adalah bagaimana
cara atau mekanisme sosialisasi politik berlangsung. Ada dua tipe sosialisasi
politik, yakni sebagai berikut.
a. Sosialisasi Politik Tidak Langsung
Sosialisasi politik tidak langsung pada mulanya
berorientasi pada hal-hal yang bukan politik, kemudian warga dipengaruhi untuk
memiliki orientasi politik. Sosialisasi politik tidak langsung dapat dilakukan
melalui cara sebagai berikut.
1)
Magang
Magang merupakan bentuk aktivitas sebagai
sarana belajar. Magang di tempat-tempat tertentu atau organisasi nonpolitik
dapat memengaruhi orang ketika berhubungan dengan politik.
2)
Pengalihan
hubungan antarindividu
Hubungan antarindividu yang pada mulanya tidak
berkaitan dengan politik, akhirnya individu akan terpengaruh ketika berhubungan
atau berorientasi dengan kehidupan politik. Contohnya, hubungan anak dengan
orang tua nantinya akan membentuk orientasi anak ketika ia bertemu atau
berhubungan dengan pihak luar.
3)
Generalisasi
Menurut tipe generalisasi, kepercayaan dan
nilai-nilai yang diyakini yang sebenarnya tidak berkaitan dengan politik dapat
memengaruhi orang untuk berorientasi pada objek politik tertentu.
b. Sosialisasi Politik Langsung
Pada tipe ini, sosialisasi politik berlangsung
dalam satu tahap saja, yaitu bahwa hal-hal yang diorientasikan dan ditransmisikan
adalah hal-hal yang bersifat politik. Sosialisasi politik langsung dapat
dilakukan melalui beberapa cara, yakni sebagai berikut.
1.
Pengalaman
politik
Pengalaman politik adalah belajar langsung
dalam kegiatan-kegiatan politik atau kegiatan yang sifatnya publik. Contohnya,
adalah keterlibatan langsung seseorang dalam kegiatan partai politik.
2.
Pendidikan
politik
Sosialisasi politik melalui pendidikan politik
adalah upaya yang secara sadar dan sengaja serta direncanakan untuk
menyampaikan, menanamkan, dan membelajarkan anak untuk memiliki
orientasi-orientasi politik tertentu. Pendidikan politik dapat dilakukan
melalui diskusi politik, kegiatan partai politik, dan pendidikan di sekolah.
3.
Peniruan
perilaku
Proses menyerap atau mendapatkan orientasi
politik dengan cara meniru orang lain. Contohnya, seorang siswa akan mendukung
calon presiden tertentu karena kakaknya juga mendukung calon presiden tersebut.
4.
Sosialisasi
antisipatori
Sosialisasi politik dengan cara belajar
bersikap dan berperilaku seperti tokoh politik yang diidealkan. Misalnya,
seorang anak belajar bersikap dan cara berbicara seperti presiden karena ia
memang mengidealkan peran itu.
3.
Agen atau Sarana Sosialisasi Politik
Menurut Gabriel A. Almond (2000), sosialisasi
politik dapat membentuk dan mentransmisikan kebudayaan politik suatu bangsa.
Sosialisasi politik juga dapat memelihara kebudayaan politik suatu bangsa dalam
bentuk penyampaian kebudayaan itu dari generasi tua kepada generasi muda, serta
dapat pula mengubah kebudayaan politik. Untuk dapat menyampaikan atau
mentransmisikan pandangan, nilai, sikap, dan keyakinan-keyakinan politik
diperlukan sarana atau agen-agen sosialisasi politik. Terdapat enam macam
sarana atau agen sosialisasi, yaitu keluarga, kelompok bergaul atau bermain,
sekolah, tempat kerja, media massa, dan kontak politik langsung.
a. Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pertama yang
dijumpai oleh individu. Keluarga juga merupakan sarana bagi sosialisasi politik
yang sangat strategis terutama untuk pembentukan kepribadian dasar serta
sikap-sikap sosial anak yang nanti berpengaruh untuk orientasi politik.
Pengalaman berpartisipasi dalam pembuatan keputusan keluarga dapat meningkatkan
kompetensi anak. Pengalaman itu dapat juga memberi kecakapan-kecakapan untuk
melakukan interaksi politik.
Keluarga memiliki peran penting dalam
sosialisasi politik karena ada dua alasan, yakni sebagai berikut.
1. Hubungan yang terjadi di keluarga merupakan
hubungan antar individu yang paling dekat dan memiliki ikatan yang erat
sehingga efektif untuk menanamkan sikap dan nilai-nilai
2. Keluarga
merupakan lembaga yang pertama dan utama untuk menanamkan kepribadian anak
sejak awal.
b. Kelompok Pergaulan
Kelompok pergaulan mampu menjadi sarana sosialisasi
politik yang efektif setelah anak keluar dari lingkungan keluarga. Dalam
kelompok pergaulan, seseorang akan melakukan tindakan tertentu karena
teman-temannya di dalam kelompoknya melakukan tindakan tersebut. Kelompok
pergaulan menyosialisasikan anggota-anggotanya dengan cara mendorong atau
mendesak mereka untuk menyesuaikan diri terhadap sikapsikap atau tingkah laku
yang dianut oleh kelompok itu. Seseorang mungkin menjadi tertarik pada politik
atau mulai mengikuti peristiwa-peristiwa politik karena teman-temannya berbuat
demikian.
Lingkungan kelompok pergaulan lebih luas dan
menjadikan mereka memiliki pengalaman bersama karena kegiatan yang mereka
lakukan. Pengalaman yang dimiliki oleh seorang anak seringkali tidak diperoleh
dari keluarga.
c. Sekolah
Proses pendidikan politik sejak dari bangku
sekolah merupakan usaha pemerintah memperkenalkan politik kepada masyarakat
sejak dini. Sekolah berperan penting dalam sosialisasi politik. Sekolah memberi
pengetahuan kepada para siswa tentang dunia politik dan peranan mereka di
dalamnya. Sekolah juga memberikan pandangan yang lebih konkrit tentang
lembaga-lembaga politik dan hubungan-hubungan politik. Anak belajar mengenal
nilai, norma, dan atribut politik negaranya. Kegiatan sosialisasi politik
melalui sekolah dapat berupa kegiatan intrakurikuler, upacara bendera, kegiatan
ekstra, dan barisberbaris.
d. Tempat Kerja
Organisasi-organisasi formal atau informal yang
dibentuk atas dasar pekerjaan juga dapat memainkan peran sebagai agen
sosialisasi politik. Organisasi-organisasi tersebut dapat berbentuk serikat
kerja atau serikat buruh. Dengan menjadi anggota dan aktif dalam organisasi
tersebut mereka mendapat sosialisasi politik yang efektif.
Bagi para anggotanya, organisasi-organisasi
tersebut dapat berfungsi sebagai penyuluh di bidang politik. Secara tidak
langsung, para anggota akan belajar tentang berorganisasi. Pengetahuan tersebut
akan bermanfaat dan berpengaruh ketika mereka terjun ke dunia politik.
Individu-individu yang mempunyai pengalaman berorganisasi umumnya tidak akan
canggung apabila suatu ketika terjun ke dunia politik. Misalnya, melakukan
pertemuan dengan pejabat soal UMR, bermusyawarah dengan pimpinan perusahaan
soal kesejahteraan, bahkan kegiatan demonstrasi yang sesuai dengan aturan yang
berlaku.
e. Media Massa
Media massa bagi masyarakat modern memberikan
informasi-informasi politik yang cepat dan dalam jangkauan yang luas. Dalam hal
itulah, media mssa baik surat kabar, majalah, radio, televisi, maupun internet
memegang peranan penting.
Media massa juga merupakan sarana ampuh untuk
membentuk sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik. Melalui media massa,
ideologi negara dapat ditanamkan kepada masyarakat, dan melalui media massa
pula politik negara dapat diketahui oleh masyarakat luas.
f.
Kontak
Politik Langsung
Kontak politik langsung dapat berupa pengalaman
nyata yang dirasakan oleh seseorang dalam kehidupan politik. Betapa pun
positifnya pandangan terhadap sistem politik yang telah ditanamkan oleh
keluarga atau sekolah, apabila pengalaman nyata seseorang bersifat negatif,
maka hal itu dapat mengubah pandangan politiknya.
D. Menampilkan Peran Serta Budaya Politik
Partisipatif
1. Pengertian Budaya Politik
Partisipatif
Partisipasi berarti ikut serta dalam suatu
usaha bersama dengan orang lain untuk kepentingan bersama. Budaya politik
partisipatif adalah salah satu jenis budaya politik bangsa. Budaya politik
partisipatif sebangun atau selaras dengan sistem politik demokrasi. Ciri-ciri
warga yang berbudaya politik partisipatif, antara lain adalah sebagai berikut.
a. Warga memiliki kesadaran untuk taat pada
peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan tanpa perasaan tertekan;
b. Warga menyadari adanya kewenangan atau
kekuasaan pemerintah;
c. Warga memiliki kesadaran akan peran, hak,
kewajiban, dan tanggung jawabnya selaku warga negara;
d. Warga memiliki pengetahuan dan kepekaan yang
cukup terhadap masalah atau isu-isu mengenai kehidupan politik negaranya;
dan Warga mampu dan berani memberi
masukan, gagasan, tuntutan, kritik terhadap pemerintah.
Menurut
Ramlan Surbakti, partisipasi politik adalah keikutsertan warga dalam politik
atau politik memengaruhi hidupnya. Ciri-ciri politik partisipatif adalah
sebagai berikut.
a. Kegiatan itu diarahkan untuk
memengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana putusan politik,
b. Kegiatan yang berhasil (efektif)
ataupun yang gagal memengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi
politik.
c. Kegiatan itu merupakan kegiatan atau perilaku
luar individu warga negara biasa yang dapat diamati, bukan perilaku batiniah
berupa sikap dan orientasi
d. Kegiatan memengaruhi pemerintah
dapat dilakukan baik melalui prosedur wajar (konvensional) dan tidak berupa
kekerasan (nonviolence) seperti mengajukan petisi, mengikuti prosedur
yang wajar dan tidak berupa kekerasan, seperti demonstrasi, mogok, serangan bersenjata.
e. Kegiatan memengaruhi pemerintah
dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Kegiatan langsung
berarti individu memengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara, sedangkan
kegiatan tidak langsung berarti individu memengaruhi pemerintah melalui pihak
lain yang dianggap mampu meyakinkan pemerintah.
f. Partisipasi yang baik adalah
partisipasi yang mendukung suksesnya usaha bersama. Kualifikasi partisipasi
mendukung suksesnya usaha bersama. Kualifikasi partisipasi yang baik adalah
positif, kreatif, realistis, kritis-korektif-konstruktif.
·
Partisipasi positif merupakan partisipasi yang mendukung kelancaran usaha bersama
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
·
Partisipasi kreatif adalah keterlibatan yang berdaya cipta, tidak hanya mengikut begitu
saja suatu kegiatan yang direncanakan pihak lain, tidak hanya melaksanakan
instruksi atasan, melainkan memikirkan sesuatu yang baru.
·
Partisipasi realistis berarti keikutsertaan dengan memperhitungkan kenyataan baik
kenyataan dalam masyarakat maupun kenyataan mengenai kemampuan pelaksana
kegiatan, waktu yang tersedia, kesempatan, dan keterampilan para pelaksana.
·
Partisipasi
kritis-korektif-konstruktif berarti
keterlibatan yang dilakukan dengan mengkaji suatu bentuk kegiatan, menunjukkan
kekurangan atau kesalahan dan memberikan alternatif yang lebih baik.
Agar
partisipasi itu dapat dilakukan dan berguna, ada beberapa hal yang harus
dipenuhi, antara lain adalah sebagai berikut.
·
kesediaan
untuk ikut memikul beban dan akibat kegiatan atau usaha bersama yang berupa
tenaga, harta, dan bea, serta kesediaan untuk menikmati hasil kegiatan bersama
itu;
·
kemauan dan kemampuan untuk ambil bagian dalam
salah satu atau beberapa tahap dalam proses kegiatan tertentu, dalam satu atau
beberapa aspek tertentu;
·
kemauan
dan kemampuan untuk memahami seluk beluk usaha bersama yang sedang atau akan
dilakukan.
2. Menerapkan Budaya Politik
Partisipatif
Budaya politik partisipan tidak dapat
dilepaskan dari kehidupan demokrasi yang sehat. Beberapa sikap dan perbuatan
yang demokratis dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sebagai berikut.
a. Menghindari sikap angkuh, mau menang sendiri,
mementingkan diri sendiri dan kelompok, keras kepala, ekstrem, dan meremehkan
orang lain.
b. Membina dan membiasakan sikap perilaku
demokratis, kekeluargaan, musyawarah, toleransi, dan tenggang rasa.
Menurut
S. Yudohusodo, untuk menerapkan budaya politik partisipatif ada empat hal yang
harus dilakukan, yaitu sebagai berikut.
a. Mengembangkan budaya mengajukan pendapat dan
berargumentasi secara santun dalam semangat egalitarian.
b. Mengembangkan budaya pengambilan putusan secara
terbuka dan demokratis, serta mengembangkan sportivitas dalam berpolitik.
c. Membiasakan proses rekrutmen kader secara
transparan berdasarkan kualifikasi yang tolok ukurnya diketahui secara luas.
d. Mengembangkan budaya keterbukaan. Warga negara
dapat menampilkan budaya politiknya dalam wujud perilaku politik. Contoh
perilaku politik warga negara yang merupakan perwujudan dari budaya politik
partisipatif, antara lain adalah sebagai berikut.
a)
mengikuti
pemilihan umum;
b)
mengikuti berbagai jajak pendapat;
c)
mengikuti
rapat, musyawarah, dialog, debat publik dan sebagainya yang berkaitan dengan
masalah bersama;
d) melaksanakan demokrasi secara damai, baik dalam
bentuk penolakan maupun dukungan;
e)
memberi
masukan, pendapatan, saran, dan kritik terhadap pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar